Info Sekolah
Sabtu, 14 Jun 2025
  • Selamat datang peserta didik baru MTs Negeri 8 Sleman dalam kegiatan Masa Ta'aruf Siswa Madrasah (MATSAMA) Tahun Ajaran 2025/2026
  • Selamat datang peserta didik baru MTs Negeri 8 Sleman dalam kegiatan Masa Ta'aruf Siswa Madrasah (MATSAMA) Tahun Ajaran 2025/2026
1 Juni 2025

Toleransi Antaragama di Kalangan Pemuda sebagai Pilar Keberagaman

Ming, 1 Juni 2025 Dibaca 31x

Pendahuluan

Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman, baik dari segi etnis, budaya, bahasa, maupun agama. Konstitusi Indonesia, melalui Pancasila, secara eksplisit menempatkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai fondasi utama kehidupan berbangsa. Dalam konteks ini, toleransi antaragama menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga persatuan dan keberagaman. Di tengah dinamika globalisasi, arus informasi digital, dan penguatan identitas kelompok, isu toleransi semakin penting, terutama di kalangan generasi muda.

Pemuda merupakan ujung tombak perubahan dan pewaris masa depan bangsa. Oleh karena itu, peran mereka dalam memelihara dan mengembangkan sikap toleran sangatlah vital. Namun, realitas menunjukkan bahwa intoleransi, prasangka, dan polarisasi berbasis agama masih sering terjadi di ruang-ruang publik dan media sosial, yang juga banyak dihuni oleh generasi muda. Esai ini akan membahas secara komprehensif pentingnya toleransi antaragama di kalangan pemuda, tantangan yang dihadapi, serta strategi yang dapat dilakukan untuk memperkuat peran mereka sebagai penjaga keberagaman dan harmoni sosial.


Makna Toleransi Antaragama dan Relevansinya bagi Pemuda

Toleransi antaragama adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan tanpa harus mengorbankan kepercayaan masing-masing. Toleransi bukan berarti menyamakan semua agama, melainkan mengakui dan menerima keberadaan agama-agama lain dalam semangat hidup berdampingan secara damai (Azra, 2007).

Dalam konteks pemuda, toleransi menjadi sangat penting karena mereka hidup di era keterbukaan informasi dan globalisasi budaya. Generasi muda saat ini lebih banyak terpapar oleh konten lintas agama, budaya, dan ideologi melalui media sosial. Jika tidak dibekali dengan pemahaman nilai-nilai toleransi, pemuda rentan terjebak dalam narasi kebencian, radikalisme, dan segregasi identitas yang merusak kohesi sosial.

Menurut survei Setara Institute (2022), tingkat intoleransi di kalangan pelajar dan mahasiswa di beberapa kota besar Indonesia cenderung meningkat, terutama dalam bentuk sikap eksklusif dan penolakan terhadap kelompok agama minoritas. Hal ini mengindikasikan bahwa pembinaan nilai-nilai keberagaman di kalangan pemuda masih menjadi pekerjaan rumah besar.


Tantangan dalam Menumbuhkan Toleransi di Kalangan Pemuda

1. Polarisasi Agama dan Ideologi di Media Sosial

Media sosial menjadi salah satu arena utama penyebaran narasi intoleran, ujaran kebencian, dan hoaks berbasis agama. Algoritma platform digital cenderung membentuk “echo chamber”, di mana pemuda hanya menerima informasi yang sesuai dengan keyakinannya dan menolak narasi yang berbeda (Pariser, 2011). Akibatnya, ruang dialog lintas agama menyempit dan prasangka kian menguat.

2. Minimnya Pendidikan Multikultural di Sekolah

Pendidikan formal di Indonesia belum sepenuhnya mengintegrasikan pendidikan multikultural dan nilai toleransi secara sistematis. Mata pelajaran agama masih diajarkan secara eksklusif tanpa membuka ruang dialog antaragama yang sehat. Hal ini menghambat pengembangan perspektif pluralis di kalangan siswa.

3. Radikalisasi Melalui Jaringan Tertutup

Beberapa kelompok radikal memanfaatkan kerentanan identitas pemuda untuk menyebarkan ideologi eksklusif yang menolak keberagaman. Lembaga seperti BNPT mencatat bahwa remaja usia sekolah dan mahasiswa merupakan target utama rekrutmen radikalisme berbasis agama melalui kajian tertutup dan kanal digital (BNPT, 2021).

4. Kurangnya Keteladanan Tokoh Agama dan Publik

Pemuda sering kali mencontoh perilaku tokoh-tokoh publik. Sayangnya, tidak semua tokoh memberikan teladan toleransi yang baik. Beberapa di antaranya justru ikut memperkeruh suasana dengan pernyataan-pernyataan yang membenturkan agama dengan identitas kebangsaan.


Peran Strategis Pemuda dalam Mewujudkan Toleransi Antaragama

1. Membangun Ruang Dialog Lintas Iman

Pemuda dapat menjadi inisiator forum-forum diskusi lintas agama, baik di sekolah, kampus, maupun komunitas. Forum seperti interfaith dialogue, kegiatan lintas kepercayaan, dan komunitas perdamaian menjadi sarana penting untuk membangun empati dan pemahaman lintas keyakinan.

2. Memanfaatkan Media Sosial sebagai Alat Edukasi

Generasi muda dapat menggunakan media sosial secara positif untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi dan perdamaian. Gerakan digital seperti kampanye tagar, video edukatif, dan konten inspiratif tentang keberagaman bisa menjangkau lebih luas dan membangun kesadaran publik.

3. Menjadi Relawan dan Agen Perdamaian

Pemuda bisa aktif sebagai relawan dalam organisasi yang bergerak di bidang toleransi, HAM, dan kemanusiaan. Melalui keterlibatan langsung, mereka tidak hanya belajar tentang keragaman, tetapi juga berkontribusi nyata dalam menjaga keharmonisan sosial.

4. Mengembangkan Literasi Agama yang Inklusif

Penting bagi pemuda untuk mempelajari agamanya sendiri secara komprehensif dan terbuka terhadap ajaran agama lain. Pemahaman yang dalam tentang ajaran damai dalam setiap agama dapat mengikis kesalahpahaman dan prasangka.


Pendidikan Toleransi sebagai Pilar Keberagaman

Pendidikan yang mendorong toleransi bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga keluarga, masyarakat, dan negara. Beberapa pendekatan pendidikan yang terbukti efektif antara lain:

  • Pendidikan multikultural: Mendorong pemahaman terhadap keragaman budaya dan agama sebagai kekayaan, bukan ancaman.

  • Pendidikan karakter: Menanamkan nilai-nilai empati, kerja sama, dan keadilan sosial.

  • Pembelajaran berbasis proyek kolaboratif: Menggabungkan siswa dari latar belakang berbeda untuk bekerja sama, membangun relasi sosial, dan saling memahami.

UNESCO (2015) menekankan bahwa pendidikan toleransi harus menjadi prioritas global dalam menciptakan masyarakat damai dan inklusif. Generasi muda harus dibekali keterampilan sosial, pengetahuan lintas budaya, dan keberanian untuk melawan intoleransi.


Kesimpulan

Toleransi antaragama merupakan pilar utama dalam membangun keberagaman yang harmonis. Di tangan pemuda, nilai-nilai ini dapat dikembangkan menjadi kekuatan sosial yang mendorong perdamaian, keadilan, dan persatuan. Namun, untuk itu diperlukan upaya kolektif dalam meningkatkan literasi keberagaman, menciptakan ruang dialog yang inklusif, dan memperkuat keteladanan publik yang mengedepankan semangat toleransi.

Pemuda Indonesia harus menyadari bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk bekerja sama, berkarya, dan membangun masa depan bangsa yang damai dan adil. Dengan menjadi agen toleransi, mereka tidak hanya menjaga warisan kebhinekaan, tetapi juga menjadi arsitek masyarakat pluralis yang lebih kuat dan matang.


Daftar Pustaka

  1. Azra, A. (2007). Islam Substantif: Menggagas Paradigma Baru Islam Indonesia. Jakarta: Mizan.

  2. BNPT. (2021). Laporan Tahunan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

  3. Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You. New York: Penguin Press.

  4. Setara Institute. (2022). Indeks Kota Toleran 2022. Jakarta: Setara Institute.

  5. UNESCO. (2015). Education for Global Citizenship: Preparing Learners for the Challenges of the 21st Century. Paris: UNESCO.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Lokasi Madrasah

Our Visitor

6 6 0 6 2 3
Users Today : 328
Users Yesterday : 1060
Users This Month : 10840
Users This Year : 96685
Total Users : 660623
Views Today : 560
Who's Online : 3